Kedudukan Perempuan dalam Hukum Waris Adat Bali

Dalam adat Bali, terdapat kebiasaan bahwa warisan adat biasanya direbut oleh pihak laki-laki. Namun, dalam beberapa kasus, perempuan juga memiliki hak untuk menerima warisan tersebut. Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang kedudukan perempuan dalam hukum waris adat Bali dan bagaimana mereka dapat memperoleh status huruf laki-laki (sentana rajeg) untuk menjadi pewaris. Dalam adat Bali, status sentana rajeg dapat diperoleh oleh anak perempuan jika dalam keluarga tidak terdapat anak laki-laki atau hanya memiliki anak tunggal. Orang tua dari anak perempuan tersebut harus mengangkatnya sebagai sentana rajeg untuk memberikan kedudukan yang sama dengan anak laki-laki. Namun, setelah menjadi pewaris, perempuan tersebut tidak memiliki beban kewajiban yang sama dengan keluarga asalnya, tetapi tetap memilki hak waris (bukan sebagai ahli waris hanya mendapatkan bagian dari harta peninggalan). Namun, terdapat upaya yang dilakukan oleh beberapa orang Bali agar anak perempuan mereka dapat menjadi ahli waris atau mendapatkan bagian yang sama dengan anak laki-laki. Beberapa upaya tersebut termasuk memberikan dana atau memberikan jaminan bahwa perempuan tersebut dapat menjadi ahli waris atau mendapatkan bagian yang sama dengan anak laki-laki. Dalam sebuah keputusan, disebutkan bahwa perempuan Bali dapat menerima setengah dari bagian warisan orang tua setelah dipotong sepertiga untuk harta pusaka dan kepentingan pelestarian. Namun, dalam perkembangannya, masyarakat adat Bali berusaha untuk menyamakan hak antara perempuan dan laki-laki dengan cara memberikan status sentana rajeg atau memberikan jaminan kepada anak perempuannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perempuan dalam hukum waris adat Bali memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki. Meskipun masih terdapat perbedaan dalam penerapan hukum waris adat Bali, upaya untuk menyamakan hak antara perempuan dan laki-laki terus dilakukan.