Pada masa Hindu-Buddha bangunan candi di Indonesia dipergunakan sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Aktivitas pemujaan tersebut tecermin dari a. penempatan peripih di dalam candi b. pahatan Batara Kala di gapura candi c. pertunjukan sendratari di halaman candi d. penempatan makara pada ambang pintu candi e. penempatan candi utama di belakang kompleks percandian 4 poin Arupadhatu adalah tingkatan dalam bangunan candi yang bercorak Buddha di Indonesia memiliki makna a. manusia hidup di dunia sebelum menuju alam akhir b. manusia dikuasai oleh nafsu dan karenanya terikat pada hukum karma c. manusia dilingkupi salah dan dosa d. kebutuhan manusia di dunia sangatlah kompleks e. Manusia telah sempurna dan 4 poin

Langkah 1:

Pertanyaan ini berkaitan dengan artefak budaya pada masa Hindu-Buddha di Indonesia, khususnya tentang aktivitas pemujaan di candi. Kita perlu memahami elemen-elemen penting dari candi pada masa tersebut.

Langkah 2:

Pada masa Hindu-Buddha, aktivitas pemujaan terhadap roh nenek moyang tercermin dalam bentuk berbagai elemen arsitektur candi. Kami akan mengevaluasi setiap opsi yang diberikan.

Langkah 3:

a. Penempatan peripih di dalam candi: Peripih adalah relief yang digunakan untuk menghias dinding candi, biasanya menggambarkan adegan kehidupan sehari-hari atau cerita-cerita agama. Meskipun peripih bisa menjadi bagian dari aktivitas pemujaan, tidak spesifik menggambarkan pemujaan terhadap roh nenek moyang.

b. Pahatan Batara Kala di gapura candi: Batara Kala adalah dewa dalam mitologi Hindu yang melambangkan waktu dan kematian. Pahatan Batara Kala di gapura candi seringkali merupakan simbol perlambangan tentang sisi gelap atau kekuatan yang harus diatasi oleh pemohon. Ini lebih berkaitan dengan aspek spiritualitas daripada pemujaan roh nenek moyang.

c. Pertunjukan sendratari di halaman candi: Sendratari adalah seni pertunjukan yang berkisah tentang mitologi dan cerita agama. Meskipun dapat menjadi bagian dari aktivitas keagamaan, tidak secara khusus terkait dengan pemujaan roh nenek moyang.

d. Penempatan makara pada ambang pintu candi: Makara adalah makhluk mitologis dalam budaya Hindu-Buddha yang melambangkan keberuntungan dan perlindungan. Penempatan makara pada ambang pintu candi seringkali digunakan sebagai simbol pelindung atau penjaga terhadap roh-roh jahat. Ini mungkin lebih terkait dengan konsep pemujaan roh nenek moyang.

e. Penempatan candi utama di belakang kompleks percandian: Penempatan candi utama di belakang kompleks percandian mungkin memiliki makna simbolis, tetapi tidak secara langsung terkait dengan aktivitas pemujaan roh nenek moyang.

Langkah 4:

Dengan demikian, jawaban yang paling sesuai adalah d. penempatan makara pada ambang pintu candi, karena makara merupakan simbol perlindungan yang terkait dengan aktivitas pemujaan roh nenek moyang.

Langkah 5:

Selanjutnya, kita akan menjawab pertanyaan tentang Arupadhatu.

Langkah 6:

Arupadhatu adalah tingkatan keempat dalam bangunan candi yang bercorak Buddha di Indonesia. Ini memiliki makna yang terkait dengan konsep kosmologi Buddha.

Langkah 7:

a. Manusia hidup di dunia sebelum menuju alam akhir: Ini lebih menggambarkan konsep kehidupan menurut agama-agama Semitik seperti Kristen dan Islam, bukan konsep Buddha.

b. Manusia dikuasai oleh nafsu dan karenanya terikat pada hukum karma: Konsep ini lebih dekat dengan ajaran Buddha yang menekankan pembebasan dari siklus kelahiran kembali (samsara) dengan mengatasi nafsu dan karmik.

c. Manusia dilingkupi salah dan dosa: Ini lebih berkaitan dengan konsep agama-agama Semitik daripada Buddha.

d. Kebutuhan manusia di dunia sangatlah kompleks: Ini bukan makna yang sesuai dengan Arupadhatu.

e. Manusia telah sempurna: Konsep ini bertentangan dengan ajaran Buddha tentang pentingnya mencapai pencerahan dan pembebasan dari siklus kelahiran kembali.

Langkah 8:

Dengan demikian, jawaban yang paling sesuai adalah b. manusia dikuasai oleh nafsu dan karenanya terikat pada hukum karma.