6. JURNAL PILAR Volume 11, No. 1, Tahun 2020 | 46. Filsafat dalam cara kerjanya bertolak dari akal sedangkan agama bertolak dari wahyu. Oleh sebab itu. banyak kaitan dengan sementara agama banyak terkait dengan pengalaman. Filsafat (Pancasila) membahas sesuatu dalam rangka melihat kebenaran yang diukur,, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama tidak selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang- kadang tidak terlalu memperhatikan aspek logisnya. https://www.youtube .com/shorts/Cv8DYNEZpXO Nebula mawar merah https://www.youtube .com/shorts/7p4Q2tLmyo0 NASA menemukan terompet a. Mengapa Dienul Islam-lah yang menjadi senjata pemungkas untuk menjawab pertanyaan filsafat? b. Mengapa agama tidak selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya bahkan agama kadang- kadang tidak terlalu memperhatikan aspek logisnya? 7. JURNAL PILAR Volume 11, No. 1, Tahun 2020 | 52. Filsafat dapat membantu agama dalam menghadapi masalah-masalah baru artinya masalah-masalah yang pada waktu wahyu diturunkan belum ada dan tidak dibicarakan secara langsung dalam wahyu. Itu terutama relevan dalam bidang moralitas dan sesuai nilai-nilai Pancasila. https://www.youtube .com/watch?v =T-vnmqYITtU Hukum Suntik Mati Dalam Islam! Dr. Zakir Naik https://www.youtube .com/watch?v=7Aox82LR -RI Hukum Suntik Mati untuk Pasien yang Tidak Ada Sembuh - Buya Yahya Menjawab https://www.youtube .com/watch?v=RR X2V8YoSc(Bergerak Atau Tidak? Ustadz Firanda Andirja a. Bagaimana beda pandangan antara agama dan filsafat dalam menjawab hak untuk mengambil keputusan euthanasia involunter? a. Bagaimana keterlambatan Iptek (filsafat) dibandingkan kandungan Al Qur' an (Islam) tentang tata surya?Baca Jurnal Religion.- Jurnal Agama, Sosial, dan Budaya Volume. 1, Nomor 2 Tahun 2023 halaman 398

6a. Mengapa Dienul Islam-lah yang menjadi senjata pemungkas untuk menjawab pertanyaan filsafat?

Dienul Islam, atau lebih dikenal sebagai Ibn Rushd (Averroes), adalah seorang filsuf Muslim yang terkenal karena upayanya menyatukan pemikiran Islam dengan filsafat Yunani, khususnya karya-karya Aristoteles. Dia dikenal sebagai "Guru Kecil" (Little Master) di Cordoba, Spanyol, dan memiliki pengaruh besar dalam perkembangan filsafat Islam serta Eropa.

Ibn Rushd menulis komentar yang mendalam tentang karya-karya Aristoteles, yang kemudian menjadi referensi penting bagi para filsuf Eropa selama Renaisans. Karyanya yang terkenal, seperti "The Incoherence of the Incoherent" (Tahafut al-Tahafut), menantang pandangan-pandangan filsuf sebelumnya dan membuka jalan bagi perkembangan pemikiran baru.

Selain itu, Ibn Rushd juga dikenal karena pendekatannya yang rasional dan analitis dalam memahami teks-teks agama, yang membuat pemikirannya relevan baik dalam konteks agama maupun filsafat sekuler. Oleh karena itu, ia dianggap sebagai tokoh yang mampu menjembatani antara ilmu agama dan filsafat, menjadikannya figur penting dalam sejarah pemikiran dunia.

6b. Mengapa agama tidak selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya bahkan agama kadang- kadang tidak terlalu memperhatikan aspek logisnya?

Agama sering kali berfokus pada iman dan pengalaman spiritual daripada logika dan rasionalitas. Dalam banyak tradisi agama, kebenaran dianggap berasal dari wahyu ilahi, kitab suci, atau ajaran para nabi, yang mungkin tidak selalu dapat diverifikasi atau dipahami melalui logika rasional.

Agama juga sering kali menekankan aspek moral, etika, dan spiritual yang mungkin tidak selalu sejalan dengan prinsip-prinsip logis atau ilmiah. Misalnya, konsep-konsep seperti kehidupan setelah mati, surga, dan neraka sering kali didasarkan pada keyakinan teologis daripada bukti empiris atau logika deduktif.

Selain itu, agama sering kali memiliki tradisi dan kebiasaan yang telah berlangsung selama berabad-abad, yang mungkin tidak selalu dapat dijelaskan atau dibenarkan secara logis. Oleh karena itu, sementara agama memberikan panduan moral dan spiritual bagi pengikutnya, pendekatannya terhadap kebenaran mungkin berbeda dengan cara filsafat memahaminya.

7a. Bagaimana beda pandangan antara agama dan filsafat dalam menjawab hak untuk mengambil keputusan euthanasia involunter?

Pandangan agama dan filsafat tentang euthanasia involunter (tindakan mengakhiri hidup seseorang tanpa persetujuan mereka) dapat sangat berbeda.

Dalam banyak tradisi agama, terutama dalam Islam, Kristen, dan Yahudi, kehidupan dianggap sebagai anugerah dari Tuhan yang harus dihormati dan dilestarikan. Euthanasia, baik aktif maupun pasif, sering kali dilihat sebagai tindakan yang melanggar nilai-nilai kehidupan dan martabat manusia. Dalam pandangan ini, tindakan tersebut dianggap tidak etis dan melanggar hukum agama.

Sebaliknya, beberapa pandangan filsafat, terutama yang berasal dari tradisi sekuler atau humanis, mungkin lebih mempertimbangkan hak individu untuk mengendalikan nasib mereka sendiri, termasuk hak untuk mengakhiri hidup mereka dalam kondisi tertentu. Filsafat seperti utilitarianisme mungkin menilai tindakan tersebut berdasarkan konsekuensi terbaik bagi individu dan masyarakat.

Perbedaan ini mencerminkan perbedaan mendasar antara pandangan teologis dan rasionalis tentang nilai kehidupan, otonomi individu, dan tanggung jawab moral.