Indonesia. Contoh yang bisa dilihat adalah kasus kekerasar terhadap Jamaah Ahmadiyah di Tasikmalaya dan Lombok . Kasus Jamaah Syiah di Madura, Penolakan Pembangunan Gereja di Cilegon dan Gedangan, Malang . Hal ini tidak bisa dipungkiri merupakan hasil turunan dari kebijakan politik negara yang ambigu. Ada berbagai kebijakan di bawah konstitusi UUL ) 1945, mulai dari Undang-Undang sampai Surat Keputusan Kepala Daerah yang justru bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM dan kebebasan berkeyakinan. Pertanyaan a. Berdasarkan kasus di atas, jelaskan makna pasal dalam UUD 1945 yang menaungi hak asasi manusia atas kebebasar beragama dan berkeyakinan! b. Analisislah salah satu kebijakan turunan atau lokal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM dan kebebasar beragama dan berkeyakinan misalnya UU No.1/PNPS/196 tentang Penodaan Agama (blasphemy), SK Gubernur terkait, atau lainnya! Catatan petunjuk pengeriaan soal: Dalam melakukan analisis, mahasiswe diharuskan menyusun argumentasi dengan bahasa sendiri Cantumkan sumber referensi yang rujukan dalam penguatan argumentasi tersebut! Hindari copy-paste dan tindakan plagiasi, karena hal tersebut adalah pelanggaran terhadap kode etik akademik.

a. Makna Pasal dalam UUD 1945 yang Menaungi Hak Asasi Manusia Atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Pasal 29 ayat 1 dan 2 dari UUD 1945 menyatakan bahwa:

- Ayat 1: "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa."
- Ayat 2: "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."

Pasal ini menegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk memeluk dan menjalankan agama serta keyakinan masing-masing tanpa adanya diskriminasi atau intervensi dari pihak manapun. Ini mencakup kebebasan untuk memilih, mengamalkan, dan menyebarkan ajaran agama serta keyakinan tersebut.

b. Analisis Kebijakan Turunan atau Lokal yang Bertentangan dengan Prinsip-Prinsip HAM dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Salah satu contoh kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM dan kebebasan beragama adalah Undang-Undang No. 1/PNPS/196 tentang Penodaan Agama (blasphemy). Meskipun undang-undang ini telah dihapuskan oleh UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, namun sebelum dihapuskan, undang-undang ini memberikan dampak negatif terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.

UU No. 1/PNPS/196 mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama dapat dikenakan sanksi pidana. Hal ini tentunya mengekang kebebasan individu untuk menyuarakan pendapat atau keyakinannya, terutama dalam konteks agama.

Selain itu, Surat Keputusan Kepala Daerah terkait pembangunan gereja di Cilegon dan Gedangan, Malang, juga menjadi contoh kebijakan lokal yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip HAM. Keputusan ini sering kali diambil tanpa mempertimbangkan aspirasi dan hak-hak masyarakat setempat, serta cenderung mengarah pada diskriminasi terhadap kelompok agama minoritas.

Dalam konteks ini, penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, baik di tingkat nasional maupun lokal, selalu sejalan dengan prinsip-prinsip HAM dan kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil tidak merugikan atau mendiskriminasi kelompok-kelompok tertentu berdasarkan agama atau keyakinan.

Referensi:
- UUD 1945 Pasal 29
- UU No. 1/PNPS/196 (sebelum dihapuskan)
- UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia