3 Generasi 2 disebut sebagai pilar generasi emas pada 2045. Sensus Penduduk di tahun 2020 mencatat jumlah penduduk Indonesi didominasi Generasi Z atau penduduk yang lahir pada kurun 1997-2012 dengan jumlah 75,49 juta jiwa atau 2749 persen dari 270,2 juta jiwa total penduduk Indonesia. Saat ini dapat dilihat Gen Z mampu memengaruh opini publik lewat ruang digital termasuk dalam dunia politik dan kebijakan. Isu-su politk berkembang pesat dan mendapat tanggapan cepat (viral) di media sosial. Banyak pengamat yang melihat kekhawatiran bahwa Gen Z lebih fokus pada ragam isu yang aktual dibanding faktual, lebih kritis terhadap gaya politisi ketimbang programnya dan lebih peduli terhadap kebijakan yang viral dari pada yang esensial lebih suka atraksi ketimbang sosialisasi. Gen Zjuga dianggap melihat politik sebagai ajang senang- senang daripada pertarungan atau kontestasi kekuasaan. (Sumber: https://rumahpemilu.org/politik-gen-z) Pertanyaan: a Merujuk dari tipologi partisipasi dari Joan Nelson dalam bukunya No Easy Choice, menurut anda apakah partisipasi yang dilakukan oleh Gen Z ini bersifat otonom yang murni berdasarkan hati nurani dan pengetahuan yang dimiliki ataukah bersifat dimobilisasi?

**Partisipasi yang dilakukan oleh Gen Z bersifat otonom yang murni berdasarkan hati nurani dan pengetahuan yang dimiliki.

**Partisipasi politik dapat dibedakan menjadi dua tipe utama menurut Joan Nelsonisipasi otonom dan partisipasi dimobilisasi. Partisipasi otonom adalah partisipasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok secara mandiri, berdasarkan keyakinan pribadi dan pengetahuan mereka tanpa adanya pengaruh eksternal yang signifikan. Sementara itu, partasi dimobilisasi adalah partisipasi yang dipicu atau didorong oleh organisasi atau kelompok tertentu dengan tujuan tertentu.Berdasarkan deskripsi dalam pertanyaan, tampak bahwa partisipasi Gen Z dalam politik lebih bersifat otonom. Hal ini karena Gen Z dianggap lebih fokus pada isu-isu aktual, kritis terhadap gaya politisi, dan peduli terhadap kebijakan yang viral dibandingkan yang esensial. Mereka juga lebih suka atraksi daripada sosialisasi dan melihat politik sebagai ajang senang-senang daripada pertarungan atau kontestasi kekuasaan. Ini menunjukkan bahwa partisipasi mereka didasarkan pada keyakinan pribadi dan pengetahuan mereka sendiri, bukan karena pengaruh atau mobilisasi dari organisasi politik tertentu.**